Kecemasan Matematika dan Cara Menguranginya
(Mathematic
Anxiety and How to Reduce It)
Oleh
:
M. Syawahid (11709251032)
Mahasiswa Kelas C Prodi Pendidikan
Matematika PPs UNY 2011
Abstrak
Pembelajaran matematika merupakan salah satu bentuk perhatian
pemerintah terhadap pengembangan ilmu matematika yang merupakan salah satu
bidang ilmu pengetahuan yang menjadi tonggak untuk kemajuan suatu Negara.
Pengembangan tersebut sudah dilakukan dari sejak dulu dan diberikan kepada
masyarakatt Indonesia mulai sejak dini.Usaha pengembangan tersebut tidak serta
merta berjalan begitu saja, terdapat hambatan yang terjadi khususnya yang
berkaitan dengan pembelajaran matematika atau pandangan beberapa siswa terhadap
matematika itu sendiri. Kecemasan merupakan salah satu hal yang melanda sistim
pembelajaran khususnya pembelajaran matematika.Beberapa tokoh telah
mendifinisikan kecemasan matematika sebagai sebuah gangguan pskologi berupa
perasaan takut dan cemas dalam menyelesaikan persoalan matematika. Tokoh-tokoh
yang lain juga sudah banyak memberikan definsi mengenai kecemasan matematika
dan mereka meneliti bentuk-bentuk kecemasan yang ada dari tinjauan yang
berbeda.Selain memberikan definisi dan bentuk, kecemasan juga bias dikurangi
dengan langkah-langkah yang bisa dilakukan sesuai dengan hasil penelitian tokoh
maupun akademisi dibidang pendidikan dan psikologi. Beberapa langkah tersebut
kiranya dapat mengurangi kecemasan yang ada untuk menciptakan suasana
pembelajaran yang kondusif, menyenangkan dan berpusat pada siswa.
A. Pendahuluan
Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang
sangat berkembang pesat dalam meningkatkan kemajuan suatu Negara. Salah satu
wujud dari kemajuan suatu Negara adalah dengan adanya kemajuan di bidang
teknologi dan kemajuan teknologi akan ada ketika kemajuan dalam bidang science
juga mengalami kemajuan termasuk didalamnya ilmu matematika.
Pengembangan matematika tersebut tentu juga tidak
lepas dari bagaimana matematika di ajarkan lembaga pendidikan, hal ini sudah
menjadi barang tentu bahwa pendidikan matematika di sekolah merupakan pondasi
kuat dalam pengembangan matematika di suatu Negara termasuk Indonesia. Usaha
Indonesia dalam pengembangan sains dan matematika terlihat dari pemberian mata
pelajaran matematika dari sejak dini. Hudoyo (Nawangsari, 2000) berpendapat pemfokusan pelajaran
matematika disebabkan matematika merupakan dasar untuk
mengembangkan ilmu,
sehingga mutlak diperlukan
tenaga yang terampil dan
pandai dalam matematika. Bila
perkembangan ilmu matematika dapat
berjalan sesuai dengan yang
diharapkan maka akan di peroleh
generasi yang berkualitas
di masa yang akan datang. Namun usaha tidak selalu
sama dengan yang diharapkan. Terkadang hambatan tersebut
muncul baik dari dalam diri peserta didik maupun dari lingkungan sekitar atau
bahkan dari matematika itu sendiri karena sudah tidak dapat disangkal lagi
bahwa matematika bukan ilmu yang mudah untuk dipelajari.
Salah satu hambatan yang terjadi saat ini adalah
kecemasan matematika. Kecemasan
merupakan suatu perasaan tidak
nyaman yang sering terjadi di
dalam kehidupan sehari-hari manusia.
Hurlock (1997) berpendapat
bahwa kecemasan merupakan sebuah
ungkapan perasaan individu
terhadap suatu situasi
yang dapat diekspresikan
melalui beberapa cara, yaitu:
dengan cara yang mudah dikenali seperti kekhawatiran
individu, individu menjadi mudah
marah. Kecemasan terlihat dari
kekhawatiran atau ketakutan individu
pada hal-hal tertentu, misalnya:
kecemasan pada bidang matematika.
Kecemasan matematika banyak terjadi dikalangan remaja
dan bahkan menjadi penentu bagi pandangan mereka terhadap matematika
kedepannya. Kecemasan remaja dalam menghadapi matematika
dikarenakan adanya beberapa faktor,
yaitu faktor inteligensi, faktor
di dalam diri remaja dan faktor lingkungan.
Ellis (Alsa, 1984)
mengatakan bahwa kecemasan pada
remaja disebabkan oleh adanya
tingkat inteligensi yang berbeda
pada diri remaja.
Hal ini dijelaskan oleh
Zeidner (1998) kecemasan seseorang
terhadap pelajaran
matematika dikarenakan kurangnya
ketertarikan siswa terhadap pelajaran
matematika. Kurangnya ketertarikan
siswa terhadap pelajaran matematika disebabkan
oleh inteligensi siswa dalam
pelajaran matematika, siswa yang
memiliki inteligensi tinggi akan cenderung lebih tertarik dan
akan lebih evaluatif terhadap pelajaran
matematika sedangkan siswa yang
memiliki inteligensi rendah akan kurang tertarik dan kurang
evaluatif terhadap pelajaran
matematika (Zeidner, 1998).
Ketertarikan
siswa dan siswi
dalam pelajaran matematika berbeda-beda, di mana siswa
pria lebih tertarik dalam pelajaran matematika
dibandingkan dengan siswa wanita
sehingga siswa wanita lebih
mudah cemas dalam menghadapi matematika dibandingkan dengan siswa
pria (Yoenanto, 2000).
Sedangkan menurut Hudoyo (dalam Nawangsari, 2000), kecemasan
siswa dalam pelajaran
matematika dipengaruhi oleh pengalaman
belajar matematika yang diterima
siswa di masa lampau.
B. Pembahasan
Pengertian
Kecemasan dan Kecemasan Matematika
Salah satu bentuk perasaan seorang siswa ketika
menghadapi ujian khususnya ujian matematika adalah terjadinya perasaan tidak
mengenakkan atau merasa takut dan tegang. Beberapa siswa kdang menyingkapi
ujian sebagai sebuah permasalahan dalam hidupnya baik karena nantinya ia akan
malu karena tidak mendapat nilai yang bagus atau karena merasa tidak percaya
diri dengan persiapan yang dimilikinya.
Perasaan takut atau tegang dalam menghadapi suatu
persoalan tersebut sering disebut kecemasan. Terdapat beberapa definisi
kecemasan menurut beberapa ahli diantaranya yaitu :
a. Crow dan Crow
(Hartanti, 1997) mengemukakan bahwa kecemasan adalah
sesuatu kondisi kurang menyenangkan yang di alami oleh
individu yang dapat
mempengaruhi keadaan fisiknya.
b. Menurut
Rathus (Nawangsari, 2001)
kecemasan didefinisikan
sebagai keadaan psikologis yang
ditandai oleh adanya tekanan,
ketakutan, kegalauan dan ancaman
yang berasal dari lingkungan. Sementara itu menurut
c. Zakiyah Derajat
(Hartanti, 1997) kecemasan adalah manifestasi
dari berbagai proses emosi
yang bercampur aduk, yang terjadi ketika
individu sedang mengalami tekanan perasaan atau
frustasi dan pertentangan batin
atau konflik.
d. Nawangsari (2000)
kecemasan adalah suatu kondisi yang
tidak menyenangkan meliputi
rasa takut, rasa
tegang, khawatir, bingung, tidak suka yang sifatnya subjektif
dan timbul karena adanya
perasaan tidak aman terhadap bahaya yang diduga akan terjadi.
Kaitannya dengan pembelajaran khususnya pelajaran
matematika, banyak ahli psikologi belajar mengajar membuat istilah kecemasan
matematika (anxiety mathematic). Para
ahli tersebut juga memberikan definisi yang berbeda terkait dengan kecemasan
matematika. Diantaranya yaitu :
a.
Harding (2006), for
example, defines math anxiety as a learned emotional response which usually
comes from negative experiences in working with teachers, tutors, classmates,
parents or siblings.
b. Terrell (2006) focuses
on the physical manifestation of math anxiety in defining math anxiety as a
feeling of anxiousness, fear, nausea, frustration, and uncertainty brought
about by a request to perform mathematic operations or use mathematics to
problem solve
c. Tobian S (1993) mendifinisikan kecemasan matematika
sebagai perasaan tegang dan cemas yang mengganggu proses manipulasi angka dan
proses pemecahan masalah matematika dalam kehidupan biasa maupun akademik serta
dapat menghilangkan rasa percaya diri seseorang.
Dari definisi tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa
kecemasan matematika merupakan bentuk perasaan seseorang baik berupa perasaan
takut, tegang ataupun cemas dalam menghadapi persoalan matematika atau dalam
melaksanakan pembelajaran matematika dengan berbagai bentuk gejala yang
ditimbulkan. Orang yang memiliki kecemasan matematika cendrung menganggap
matematika sebagai sesuatu yang tidak mengenakkan. Perasaan tersebut muncul
karena beberapa factor baik itu berasal dari pengalaman pribadi terkait dengan
guru atau ejekan teman karena tidak bisa
menyelesaikan permasalahan matematika.
2 Bentuk-bentuk
Kecemasan dan Gejala Yang Ditimbulakan
Menurut Freud (Corey, 1998:17) ada tiga macam
kecemasan:
a. Kecemasan Realistik adalah ketakutan terhadap bahaya
dari dunia eksternal, dan taraf kecemasannya sesuai dengan ancaman yang ada. Dalam kehidupan sehari-hari
kecemasan jenis ini disebut sebagai rasa takut. Persis inilah yang dimakud
Freud dalam bahasa jerman, tapi penerjemahnya dianggap ”takut” (fear) terkesan terlalu umum. Contohnya
sangat jelas, jika seseorang melempar
seekor ular berbisa kedepan orang lain, maka orang tersebut pasti akan
mengalami kecemasan ini.
b. Kecemasan Moral, kecemasan ini akan dirasakan ketika
ancaman datang bukan dari dunia luar atau dari dunia fisik, tapi dari dunia
sosial super ego yang telah diinternalisasikan ke dalam diri seseorang.
Kecemasan moral ini adalah kata lain dari rasa malu, rasa bersalah atau rasa
takut mendapat sanksi. Kecemasan bentuk ini merupakan ketakutan terhadap hati
nurani sendiri.
c. Kecemasan Neurotik, perasaan takut jenis ini muncul
akibat rangsangan-rangsangan ide, jika seseorang pernah merasakan ’kehilangan
ide, gugup, tidak mampu mengendalikan diri, perilaku, akal dan bahkan pikiran,
maka orang tersebut saat itu sedang mengalami kecemasan neurotik. Neurotik
adalah kata lain dari perasaan gugup. Kecemasan jenis terakhir inilah yang
paling menarik perhatian Freud, dan biasanya disebut dengan kecemasan saja.
Lahey & Ciminero (1980: 192-195), menyebutkan jenis-jenis
kecemasan berdasarkan sifatnya adalah :
a. Kecemasan bersifat afersif. Kecemasan merupakan
pengalaman yang tidak menyenangkan sehingga seseorang yang mengalaminya dengan
intensitas tinggi biasanya berusaha keras untuk mengurangi atau menghindari kecemasan
dengan menghindarkan diri dari berbagai stimulus yang dapat menghasilkan
kecemasan.
b. Kecemasan bersifat mengganggu. Kecemasan dapat menjadi
pengalaman yang mengganggu kemampuan kognitif dan motorik.
c. Kecemasan yang bersifat psikofisiologis. Kecemasan
berkaitan dengan pengalaman aspek psikologis dan biologis, artinya selama
periode kecemasan berlangsung terjadi perubahan dalam pola perilaku atau
perubahan psikologis dan gejala-gejala fisiologis.
Menurut Kartono (1989,140) terdapat macam-macam
kecemasan antara lain:
a.
Kecemasan Super Ego. Kecemasan ini khusus mengenai diri
setiap orang, dalam arti diri sendiri tubuh dan kondisi psikis sendiri.,
misalnya cemas kalau nanti dirinya gagal, sakit, mati, ditertawakan orang,
dituduh, dihukum, hilang muka, kehilangan barang-barang atau orang yang
disayangi.
b. Kecemasan Neurotis. Suatu kecemasan yang erat kaitannya
dengan mekanisme-mekanisme pelarian diri yang negative bayak disebabkan rasa
bersalah atau berdosa, serta konflik-konflik emosional serius dan kronis
berkesinambungan, dan frustrasi-fustrasi serta ketegangan-ketegangan batin.
c. Kecemasan Psikotis. Kecemasan karena merasa terancam
hidupnya dan kacau kalau ditambah kebingungan yang hebat, disebabkan oleh
dispersonalisasi dan disorganisasi psikis.
Menurut Richard & lazarus (1969) kecemasan
mempunyai 2 arti yaitu:
a. Kecemasan sebagai suatu respon. Kecemasan ini yaitu
reaksi individu terhadap kejadian atau peristiwa yang menimpa dirinya. hal ini
dapat dilihat dari apa yang dilakukannya, apa yang dikatakannya, dan
perubahan-perubahan fisik yang terjadi. Hampir semua individu merasakan
kecemasan sebagai suatu perasaan yang tidak menyenangkan yang ditandai oleh
kegelisahan, kekhawatiran, ketakutan dan sebagainya. Kecemasan dipandang
sebagai suatu respon terhadap kondisi tertentu. Karena merupakan keadaan yang
subyektif maka tak dapat diamati secara langsung. Hal ini hanya dapat diketahui
dengan menarik suatu kesimpulan melalui penyebab dan akibatnya.
b. Kecemasan sebagai variabel perantara. Reaksi dan
keadaan yang disebabkan oleh beberapa stimulius yang dapat berakibat tertentu
dan dirasakan oleh dindividu lebih lanjut, atau suatu keadaan yang mempengaruhi
rangkaian stimulus dan respon. kecemasan ini tidak dapat diketahui secara
langsung, dari keadaan yang mendahului serta akibat-akibatnya. Jadi yang dapat
diamati adalah kondisi stimulus dan tingkah laku cemas yang mendahului dan
mengenai akibat-akibat fisiologis dari keadaan cemas. Hal ini didukung dengan
teori crow dan crow (1973) bahwa kecemasan yang dialami individu dapat
mempengaruhi fisik individu yang bersangkutan. Kecemasan ini tidak selalu
berdasarkan atas kenyataan, tetapi dapat juga hanya merupakan imajinasi
individu.
Darajat (1977,27) menyebutkan bahwa terdapat
macam-macam atau bentuk-bentuk kecemasan, antara lain :
a.
Rasa cemas yang timbul akibat melihat dan mengetahui
adanya bahaya yang mengancam dirinya.
b.
Rasa cemas yang berupa penyakit dan terlihat dalam
beberapa bentuk.
c. Rasa
cemas karena merasa berdosa atau bersalah karena melakukan hal-hal yang
berlawanan dengan keyakinan hati nurani. (http://wangmuba.com/2009/02/13/macam-macam-kecemasan/)
Dalam pelaksanaan pembelajaran khususnya pembelajaran
matematika, beberapa siswa tidak dapat menyerap materi yang dipelajari secara
cepat atau bahkan sangat sulit untuk bersama dalam memahami materi yang
dipelajari. Hal tersebut berdampak pada terjadinya kecemasan pada diri siswa
yang cendrung berdampak negative yang mana kecemasan yang dialami siswa akan
semakin menanamkan keraguan pada diri siswa karena merasa tertinggal dan susah
dalam memahami selanjutnya.
Adapun gejala-gejala reaksi cemas yang timbul menurut
Spielberger (widyastuti, 2005: 55) dapat dibedakan menjadi state anxiety dan trait
anxiety. State anxiety yaitu
gejala-gejala kecemasan yang timbul apabila individu dihadapkan pada situasi
tertentu dan gejala tersebut akan tampak selama kondisi itu ada, sedangkan trait anxiety yaitu kecemasan dipandang
sebagai suatu keadaan yang menetap pada individu artinya individu itu cendrung
untuk menjadi cemas dalam menghadapi berbagai macam situasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Godbey (Gayatri, 2008)
dengan judul mathematic anxiety and the
underprepared student menyebutkan bahwa terdapat beberapa gejala math anxiety. Gejala-gejala tersebut
meliputi rasa mual, badan terasa panas, ketegangan yang berlebihan,
ketidakmampuan mendengarkan guru, mudah terganggu oleh suara-suara,
ketidakmampuan konsentrasi, negative self
talk, sakit perut, pikiran tiba-tiba kosong dan berkeringat.
Selanjutnya Elliot (Kidd, 2003) menyatakan terdapat 3
tipe orang yang merasa cemas terhadap matematika, yaitu :
a. Orang yang hapal matematika tetapi mereka tidak
mengaplikasikan konsep yang diperoleh (the
mathematics memorizer)
b.
Orang yang menghindari matematika (the mathematic avoider)
c. Orang yang merasa tidak kompeten dalam bidang studi
matematika (the self professed
mathematics incompetent)
Cara Mengurangi
Kecemasan Matematika (How to Reduce Math Anxiety)
Beberapa penelitian telah dilakukan oleh para ahli
untuk mengaasi kecemasan khususnya kecemasan matematika. Beberapa ahli menggunakan
teknologi pencitraan otak untuk pertama kalinya terhadap orang yang mengalami
kecemasan dalam mengerjakan soal matematika, para ilmuwan telah memperoleh
pengetahuan baru bagaimana beberapa siswa mampu mengatasi ketakutan mereka dan
berhasil dalam matematika.
Para peneliti dari University of Chicago menemukan
hubungan yang kuat antara keberhasilan dalam mengerjakan soal matematika dengan
aktivitas dalam jaringan area otak di lobus frontal dan parietal yang terlibat
dalam mengontrol perhatian dan mengatur reaksi emosional negatif. Respon ini
muncul ketika orang kesulitan dalam memecahkan masalah matematika.
Menurut Sian Beilock, profesor psikologi di University
of Chicago, para guru serta siswa dapat menggunakan informasi ini untuk
meningkatkan kinerja dalam matematika. Beilock dan Ian Lyons, mahasiswa PhD,
melaporkan temuan mereka dalam artikel, Matematika Kecemasan: Memisahkan
Matematika dari Kecemasan, diterbitkan pada jurnal Cerebral Cortex.
Studi ini menemukan bahwa untuk siswa dengan tingkat
kecemasan tinggi pada matematika yang dapat mengerjakan tugas matematika dengan
baik, aktivitas otak mereka yang bekerja selama fase antisipasi memulai kaskade
aktivitas otak ketika menyelesaikan tugas matematika. Kegiatan otak ini tidak
melibatkan daerah yang biasanya terkait dalam perhitungan numerik. Sebaliknya,
kegiatan ini lebih terkait dengan motivasi.
Penelitian ini juga menyoroti bagaimana orang-orang
yang gugup mengerjakan soal matematika dapat bersikap biasa saja dalam situasi
sehari-hari, seperti menyeimbangkan buku cek. Mengambil nafas sebelum
mengerjakan sesuatu dapat membantu seseorang menjadi lebih fokus untuk
melakukan matematika, dan lebih pada apa yang sebenarnya perlu dilakukan.
"Ketika Anda membiarkan otak Anda melakukan tugasnya, biasanya dia akan
melakukannya. Jika mengerjakan matematika membuat Anda cemas, maka tugas
pertama Anda adalah untuk menenangkan diri," kata Lyons. (Laksmi
I.R./KlikHeadline)
Menurut Profesor Freedman ada 10 cara untuk mengatasi
kecemasan matematika (Ten
Ways To Reduce Math Anxiety)
1.
Overcome negative self-talk.
2.
Ask questions.
3.
Consider math a foreign language — it must be practiced.
4.
Don’t rely on memorization to study mathematics.
5.
READ your math text.
6.
Study math according to YOUR LEARNING STYLE.
7.
Get help the same day you don’t understand.
8.
Be relaxed and comfortable while studying math.
9.
“TALK” mathematics.
10.
Develop responsibility for your own successes and failures. (Freedman,
2012)
Dari uraian pendapat diatas, beberapa hal ini mungkin dapat meminimalkan
kecemasan matematika:
1. Memberikan penjelasan rasional pada siswanya mengapa mereka
harus belajar matematika;
2. Menanamkan rasa percaya diri terhadap siswa bahwa mereka bisa
belajar matematika, guru dapat memberikan latihan-latihan soal yang mudah-mudah
saja sehingga mereka bisa mengerjakan soal-soal tersebut;
3. Menghilangkan prasangka negatif terhadap matematika, dengan
cara memberikan contoh-contoh yang sederhana sampai dengan yang kompleks
tentang kegunaan matematika;
4. Membelajarkan matematika dengan berbagai metode yang bisa
mengakomodir berbagai model belajar siswa;
5. Tidak mengutamakan hafalan dalam pembelajaran matematika;
6. Pada saat pembelajaran matematika, jadikan kelas matematika
menjadi kelas yang menyenangkan dan nyaman;
7. Pada saat bertemu dengan siswa dimanapun, jangan segan-segan
untuk menyisipkan pembicaraan yang menyangkut tentang pembelajaran
matematika kepada mereka;
8. Menanamkan rasa tanggung jawab kepada siswa untuk memutuskan
kesuksesan mereka;
C. Penutup
Kecemasan
adalah suatu kondisi yang
tidak menyenangkan meliputi
rasa takut, rasa
tegang, khawatir, bingung, tidak suka yang sifatnya subjektif
dan timbul karena adanya
perasaan tidak aman terhadap bahaya yang diduga akan terjadi sedangkan
kecemasan matematika merupakan bentuk perasaan seseorang baik berupa perasaan
takut, tegang ataupun cemas dalam menghadapi persoalan matematika atau dalam
melaksanakan pembelajaran matematika dengan berbagai bentuk gejala yang
ditimbulkan.
Kecemasan matematika dapat menimbulkan gejala-gejala
yang tidak baik dalam pelaksanaan pembelajaran matematika. Beberapa gejala yang
timbul saat seseorang mengalami kecemasan matematika meliputi rasa mual, badan
terasa panas, ketegangan yang berlebihan, ketidakmampuan mendengarkan guru,
mudah terganggu oleh suara-suara, ketidakmampuan konsentrasi, negative self talk,
sakit perut, pikiran tiba-tiba kosong dan berkeringat.
Adapun langkah yang dapat dilakukan dalam mengurangi kecemasan
matematika terletak pada kemampuan seorang guru dalam memahami siswa dan terus
mencoba dalam membawa pelajaran matematika ke arah yang lebih baik dan mudah
diterima serta disenangi oleh siswa. Selain itu peran serta pihak-pihak lain
juga sangat membantu dalam mengurangi kecemasan matematika tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Afgani
D., Jarnawi, 2011. Materi Pokok Analisis Kurikulum Matematika. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Alsa, A. (1984).
Usia mental,
jenis kelamin dan prestasi
belajar matematika. Jurnal Psikologi
Pendidikan, 12, 1, 22-29
Curtain-Philips, Marylyn, 2012. The Causes and Prevention of Math Anxiety, dalam http://www.mathgoodies.com/articles/math_anxiety.html.
Dacey, J.S. (2000).
Your anxious
child : How
parents and teachers
can relieve anxiety in
children. San Fransisco:
Jossey-Bass Publishers.
Freedman, Ellen, 2012. Do
You Have Math Anxiety? A Self Test, dalamwww.mathpower.com/anxtest.htm.
Hartanti & Judith E.D.
(1997). Hubungan antara konsep diri
dan kecemasan menghadapi masa
depan dengan penyesuaian sosial
anak-anak Madura. Jurnal
Psikologi Pendidikan : Anima. 12, 46,
2007
Helen dkk,(2010), Anxiety
Disorder, Theory, research and Clinical Perspectives, New York: Cambridge
Univercity Press
Nawangsari, N. A.
F. (2001). Pengaruh
self-efficacy dan expectancy-value terhadap kecemasan
menghadapi pelajaran matematika. Jurnal
Psikologi Pendidikan: Insan
media psikologi, 3,2, 2001, 75-88.
Zeidner, M. (1998).
Test anxiety:
The state of the art. New York
: Kluwer
Zeidner, M & Matthews, G.
(2011). Anxiety 101. New York :
Springer Publishing Company