Kuliah Analisis Real

Mata Kuliah untuk meningkatkan kemampuan analisis khususnya yang berkaitan dengan bilangan Real (nyata).

Kuliah Persamaan Differensial

Mata Kuliah untuk menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan Persamaan Diferensial.

Kuliah Teori Bilangan

Mata Kuliah untuk pengembangan pengetahuan tentang bilangan khususnya yang berkaitan dengan Bilangan Bulat.

Dunia Komputer

Pengetahuan tentang Dunia Komputer disertai Trik dan Service.

Dunia Pendidikan

Pendidikan Dasar, Menengah dan Perguruan Tinggi serta Teori-teori Kependidikan.

Selasa, 26 Juni 2012

CARA MEMBUAT DAN MENGINSTAL WINDOWS 7 DENGAN FLASH DISK


Saat ini dipasaran lebih banyak notebook ketimbang laptop. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana cara menginstal notebook? Apakah kita harus membeli CD/DVD external? Hal itu tentu tidaklah diperlukan karena system bios untuk notebook sudah dirancang untuk bisa dibooting dengan flashdisk. Pada posting kali ini saya akan berbagi pengetahuan tentang bagaimana cara menginstal laptop/notebook dengan menggunakan flashdisk. Windows yang saya maksud disini adalah khusus untuk windows diatas windows XV seperti windows vista maupun windows seven. Prosedurnya bisa dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara manual ataupun dengan cara langsung.

Cara manual
Sebelum dilakukan instalasi windows dengan flash disk secara manual maka kita harus membuat flash disk kita menjadi primary partition atau partisi utama yang pertama kali dibaca oleh system bios. Selain itu hal yang dibutuhkan adalah software diskpart. Software ini tidak terrsedia untuk OS XV akan tetapi untuk OS Win vista dan Win 7 sudah tersedia.Untuk mendownload software diskpart bisa download disini.
Untuk OS win 7 atau vista bisa dibuka dengan :
  • Pilih menu star-accessories-comand prompt
  • Ketik : diskpart
  • Maka akan muncul tampilan sebagai berikut :



Berikut tutorial yang bisa dilakukan untuk menginstal win 7 dengan flash disk
Misalnya jika kita ingin menginstal win 7 dengan flash disk, maka flash disk yang harus disiapkan adalah flash disk dengan ukuran minimal 4 GB akan tetapi untuk windows 7 yang all in one disarankan menggunakan flash disk dengan ukuran minimal 8 GB
Langkah-langkah
  • Pilih star-accessories-command prompt
  • Ketik diskpart tekan ENTER
  • Ketik : list disk, kemudian tekan ENTER



Keterangan : disk 0 adalah hard disk pada laptop kita, disk 1 adalah flash disk yang ingin kita gunakan untuk instalasi. Oleh karena itu selanjutnya kita akan memilih disk 1.
  • Ketik : select disk 1, kemudian ENTER
  • Ketik : clean, kemudian ENTER
  • Ketik : create partition primary, kemudian ENTER
  • Ketik :  select partition 1, kemudian ENTER
  • Ketik : active, kemudian ENTER
  • Ketik : format fs=fat32, kemudian ENTER
  • Ketik : assign, kemudian enter
  • Ketik : Exit 

Proses membuat flash disk menjadi primary partition sudah selesai kemudian langkah selanjutnya adalah memasukkan file windows ke flash disk kita.
  • Pilih lokasi tempat kita menyimpan win 7 di hardisk
  • Copy semua file windows ke flash disk.

Jika sudah selesai proses pengcopyan maka langkah selanjutnya adalah merubah system bios untuk hardware yang pertama kali dibaca. Berikut langkah-langkahnya :
  • Colok flash disk pada laptop yang akan di install
  • Tekan F2 untuk masuk ke set up atau system bios (untuk beberapa laptop ada yang dengan menekan ESC)
  • Pilihlah system boot pada menu bios
  • Jika posisi flash disk masih belum diposisi paling atas, maka rubahlah ke posisi paling atas dengan memilih flash disk kemudian tekan F5
  • Pilih exit kemudian exit and save, kemudian ENTER
  • Proses instalasi bisa dilakukan
Cara Otomatis
Untuk Instalasi win 7 dengan flashdisk secara manual bisa dilakukan dengan menggunakan software wintoflash. sotwarenya bisa di download disini.
Cara penggunaannya seperti biasa :

  1. Instal software wintoflash (tinggal teken  next ja)
  2. Klik tombol “Check” dan mulailah proses Windows setup transfer wizard.
  3. Klik “Next”
  4. Pilih lokasi file Windows 7 dan lokasi USB Flaskdisk anda. klik “Next”.
  5. Pilih “I Accepted the terms of the license agreement” dan klik “Continue”
  6. Klik OK untuk memulai memformat USB Flashdisk dan file2 windows 7 secara otomatis akan dimasukkan ke USB Flashdisk.
  7. Klik “Next” apabila selesai pengopian, dan bootinglah komputer anda melalui USB Flashdisk tadi. apabila langkah2nya betul, maka proses instalasi windows seharusnya berjalan melalui USB Flashdisk.



Selasa, 05 Juni 2012

Kecemasan Matematika


Kecemasan Matematika dan Cara Menguranginya
(Mathematic Anxiety and How to Reduce It)
Oleh :
M. Syawahid (11709251032)
Mahasiswa Kelas C Prodi Pendidikan Matematika PPs UNY 2011

Abstrak
Pembelajaran matematika merupakan salah satu bentuk perhatian pemerintah terhadap pengembangan ilmu matematika yang merupakan salah satu bidang ilmu pengetahuan yang menjadi tonggak untuk kemajuan suatu Negara. Pengembangan tersebut sudah dilakukan dari sejak dulu dan diberikan kepada masyarakatt Indonesia mulai sejak dini.Usaha pengembangan tersebut tidak serta merta berjalan begitu saja, terdapat hambatan yang terjadi khususnya yang berkaitan dengan pembelajaran matematika atau pandangan beberapa siswa terhadap matematika itu sendiri. Kecemasan merupakan salah satu hal yang melanda sistim pembelajaran khususnya pembelajaran matematika.Beberapa tokoh telah mendifinisikan kecemasan matematika sebagai sebuah gangguan pskologi berupa perasaan takut dan cemas dalam menyelesaikan persoalan matematika. Tokoh-tokoh yang lain juga sudah banyak memberikan definsi mengenai kecemasan matematika dan mereka meneliti bentuk-bentuk kecemasan yang ada dari tinjauan yang berbeda.Selain memberikan definisi dan bentuk, kecemasan juga bias dikurangi dengan langkah-langkah yang bisa dilakukan sesuai dengan hasil penelitian tokoh maupun akademisi dibidang pendidikan dan psikologi. Beberapa langkah tersebut kiranya dapat mengurangi kecemasan yang ada untuk menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif, menyenangkan dan berpusat pada siswa.

A.      Pendahuluan
Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang sangat berkembang pesat dalam meningkatkan kemajuan suatu Negara. Salah satu wujud dari kemajuan suatu Negara adalah dengan adanya kemajuan di bidang teknologi dan kemajuan teknologi akan ada ketika kemajuan dalam bidang science juga mengalami kemajuan termasuk didalamnya ilmu matematika.
Pengembangan matematika tersebut tentu juga tidak lepas dari bagaimana matematika di ajarkan lembaga pendidikan, hal ini sudah menjadi barang tentu bahwa pendidikan matematika di sekolah merupakan pondasi kuat dalam pengembangan matematika di suatu Negara termasuk Indonesia. Usaha Indonesia dalam pengembangan sains dan matematika terlihat dari pemberian mata pelajaran matematika dari sejak dini. Hudoyo (Nawangsari,   2000)   berpendapat pemfokusan   pelajaran   matematika disebabkan   matematika   merupakan dasar   untuk   mengembangkan   ilmu, sehingga   mutlak   diperlukan   tenaga yang   terampil   dan   pandai   dalam matematika.  Bila  perkembangan  ilmu matematika   dapat   berjalan   sesuai dengan yang diharapkan maka akan di peroleh   generasi   yang   berkualitas   di masa yang akan datang. Namun usaha tidak   selalu   sama   dengan   yang diharapkan. Terkadang hambatan tersebut muncul baik dari dalam diri peserta didik maupun dari lingkungan sekitar atau bahkan dari matematika itu sendiri karena sudah tidak dapat disangkal lagi bahwa matematika bukan ilmu yang mudah untuk dipelajari.
Salah satu hambatan yang terjadi saat ini adalah kecemasan matematika. Kecemasan   merupakan   suatu perasaan   tidak   nyaman   yang   sering terjadi  di  dalam kehidupan sehari-hari manusia.   Hurlock   (1997)   berpendapat   bahwa   kecemasan merupakan sebuah ungkapan perasaan individu   terhadap   suatu   situasi   yang dapat   diekspresikan melalui  beberapa cara,  yaitu:  dengan  cara  yang mudah dikenali seperti kekhawatiran individu, individu   menjadi   mudah   marah. Kecemasan  terlihat  dari  kekhawatiran atau   ketakutan   individu   pada   hal-hal tertentu,   misalnya:   kecemasan   pada bidang  matematika.
Kecemasan matematika banyak terjadi dikalangan remaja dan bahkan menjadi penentu bagi pandangan mereka terhadap matematika kedepannya. Kecemasan   remaja   dalam menghadapi   matematika   dikarenakan adanya   beberapa   faktor,   yaitu   faktor inteligensi, faktor di dalam diri remaja dan   faktor   lingkungan.  Ellis   (Alsa,   1984)   mengatakan   bahwa kecemasan   pada   remaja   disebabkan oleh   adanya   tingkat  inteligensi  yang berbeda   pada   diri   remaja.   Hal   ini dijelaskan   oleh   Zeidner   (1998) kecemasan   seseorang   terhadap pelajaran   matematika   dikarenakan kurangnya ketertarikan siswa terhadap pelajaran   matematika. Kurangnya ketertarikan   siswa   terhadap   pelajaran matematika   disebabkan   oleh inteligensi   siswa   dalam   pelajaran matematika,  siswa   yang   memiliki inteligensi tinggi akan cenderung lebih tertarik   dan   akan   lebih   evaluatif terhadap   pelajaran   matematika sedangkan   siswa   yang   memiliki inteligensi rendah akan kurang tertarik dan   kurang   evaluatif   terhadap pelajaran matematika (Zeidner,  1998).
Ketertarikan   siswa   dan   siswi   dalam pelajaran matematika berbeda-beda, di mana   siswa  pria   lebih  tertarik dalam pelajaran   matematika   dibandingkan dengan   siswa  wanita   sehingga   siswa wanita   lebih   mudah   cemas   dalam menghadapi  matematika dibandingkan dengan   siswa   pria   (Yoenanto, 2000). Sedangkan   menurut   Hudoyo (dalam Nawangsari, 2000), kecemasan siswa   dalam   pelajaran   matematika dipengaruhi   oleh   pengalaman   belajar matematika   yang   diterima   siswa   di masa   lampau.
B.       Pembahasan
       Pengertian Kecemasan dan Kecemasan Matematika
Salah satu bentuk perasaan seorang siswa ketika menghadapi ujian khususnya ujian matematika adalah terjadinya perasaan tidak mengenakkan atau merasa takut dan tegang. Beberapa siswa kdang menyingkapi ujian sebagai sebuah permasalahan dalam hidupnya baik karena nantinya ia akan malu karena tidak mendapat nilai yang bagus atau karena merasa tidak percaya diri dengan persiapan yang dimilikinya.
Perasaan takut atau tegang dalam menghadapi suatu persoalan tersebut sering disebut kecemasan. Terdapat beberapa definisi kecemasan menurut beberapa ahli diantaranya yaitu :

a.     Crow   dan   Crow   (Hartanti,   1997)   mengemukakan bahwa kecemasan   adalah   sesuatu kondisi   kurang   menyenangkan yang di alami  oleh  individu yang dapat   mempengaruhi   keadaan fisiknya.
b.    Menurut   Rathus   (Nawangsari,   2001)   kecemasan didefinisikan   sebagai   keadaan psikologis   yang   ditandai   oleh adanya   tekanan,   ketakutan, kegalauan   dan   ancaman   yang berasal dari lingkungan. Sementara itu   menurut  
c.    Zakiyah   Derajat (Hartanti,  1997)  kecemasan adalah   manifestasi   dari   berbagai proses   emosi   yang   bercampur aduk,  yang  terjadi  ketika  individu sedang   mengalami   tekanan perasaan   atau   frustasi   dan pertentangan   batin   atau   konflik.
d.    Nawangsari (2000)   kecemasan   adalah   suatu kondisi  yang  tidak menyenangkan meliputi   rasa   takut,   rasa   tegang, khawatir, bingung, tidak suka yang sifatnya   subjektif   dan   timbul karena adanya perasaan tidak aman terhadap bahaya yang diduga akan terjadi.
Kaitannya dengan pembelajaran khususnya pelajaran matematika, banyak ahli psikologi belajar mengajar membuat istilah kecemasan matematika (anxiety mathematic). Para ahli tersebut juga memberikan definisi yang berbeda terkait dengan kecemasan matematika. Diantaranya yaitu :
a.         Harding (2006), for example, defines math anxiety as a learned emotional response which usually comes from negative experiences in working with teachers, tutors, classmates, parents or siblings.
b.    Terrell (2006) focuses on the physical manifestation of math anxiety in defining math anxiety as a feeling of anxiousness, fear, nausea, frustration, and uncertainty brought about by a request to perform mathematic operations or use mathematics to problem solve
c.      Tobian S (1993) mendifinisikan kecemasan matematika sebagai perasaan tegang dan cemas yang mengganggu proses manipulasi angka dan proses pemecahan masalah matematika dalam kehidupan biasa maupun akademik serta dapat menghilangkan rasa percaya diri seseorang.
Dari definisi tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa kecemasan matematika merupakan bentuk perasaan seseorang baik berupa perasaan takut, tegang ataupun cemas dalam menghadapi persoalan matematika atau dalam melaksanakan pembelajaran matematika dengan berbagai bentuk gejala yang ditimbulkan. Orang yang memiliki kecemasan matematika cendrung menganggap matematika sebagai sesuatu yang tidak mengenakkan. Perasaan tersebut muncul karena beberapa factor baik itu berasal dari pengalaman pribadi terkait dengan guru atau ejekan  teman karena tidak bisa menyelesaikan permasalahan matematika.
2                     Bentuk-bentuk Kecemasan dan Gejala Yang Ditimbulakan
Menurut Freud (Corey, 1998:17) ada tiga macam kecemasan:
a. Kecemasan Realistik adalah ketakutan terhadap bahaya dari dunia eksternal, dan taraf kecemasannya sesuai dengan  ancaman yang ada. Dalam kehidupan sehari-hari kecemasan jenis ini disebut sebagai rasa takut. Persis inilah yang dimakud Freud dalam bahasa jerman, tapi penerjemahnya dianggap ”takut” (fear) terkesan terlalu umum. Contohnya sangat jelas, jika seseorang  melempar seekor ular berbisa kedepan orang lain, maka orang tersebut pasti akan mengalami kecemasan ini.
b.  Kecemasan Moral, kecemasan ini akan dirasakan ketika ancaman datang bukan dari dunia luar atau dari dunia fisik, tapi dari dunia sosial super ego yang telah diinternalisasikan ke dalam diri seseorang. Kecemasan moral ini adalah kata lain dari rasa malu, rasa bersalah atau rasa takut mendapat sanksi. Kecemasan bentuk ini merupakan ketakutan terhadap hati nurani sendiri.
c.  Kecemasan Neurotik, perasaan takut jenis ini muncul akibat rangsangan-rangsangan ide, jika seseorang pernah merasakan ’kehilangan ide, gugup, tidak mampu mengendalikan diri, perilaku, akal dan bahkan pikiran, maka orang tersebut saat itu sedang mengalami kecemasan neurotik. Neurotik adalah kata lain dari perasaan gugup. Kecemasan jenis terakhir inilah yang paling menarik perhatian Freud, dan biasanya disebut dengan kecemasan saja.
Lahey & Ciminero (1980: 192-195), menyebutkan jenis-jenis kecemasan berdasarkan sifatnya adalah :
a. Kecemasan bersifat afersif. Kecemasan merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan sehingga seseorang yang mengalaminya dengan intensitas tinggi biasanya berusaha keras untuk mengurangi atau menghindari kecemasan dengan menghindarkan diri dari berbagai stimulus yang dapat menghasilkan kecemasan.
b. Kecemasan bersifat mengganggu. Kecemasan dapat menjadi pengalaman yang mengganggu kemampuan kognitif dan motorik.
c. Kecemasan yang bersifat psikofisiologis. Kecemasan berkaitan dengan pengalaman aspek psikologis dan biologis, artinya selama periode kecemasan berlangsung terjadi perubahan dalam pola perilaku atau perubahan psikologis dan gejala-gejala fisiologis.
Menurut Kartono (1989,140) terdapat macam-macam kecemasan antara lain:
a.    Kecemasan Super Ego. Kecemasan ini khusus mengenai diri setiap orang, dalam arti diri sendiri tubuh dan kondisi psikis sendiri., misalnya cemas kalau nanti dirinya gagal, sakit, mati, ditertawakan orang, dituduh, dihukum, hilang muka, kehilangan barang-barang atau orang yang disayangi.
b. Kecemasan Neurotis. Suatu kecemasan yang erat kaitannya dengan mekanisme-mekanisme pelarian diri yang negative bayak disebabkan rasa bersalah atau berdosa, serta konflik-konflik emosional serius dan kronis berkesinambungan, dan frustrasi-fustrasi serta ketegangan-ketegangan batin.
c.   Kecemasan Psikotis. Kecemasan karena merasa terancam hidupnya dan kacau kalau ditambah kebingungan yang hebat, disebabkan oleh dispersonalisasi dan disorganisasi psikis.
Menurut Richard & lazarus (1969) kecemasan mempunyai 2 arti yaitu:
a.  Kecemasan sebagai suatu respon. Kecemasan ini yaitu reaksi individu terhadap kejadian atau peristiwa yang menimpa dirinya. hal ini dapat dilihat dari apa yang dilakukannya, apa yang dikatakannya, dan perubahan-perubahan fisik yang terjadi. Hampir semua individu merasakan kecemasan sebagai suatu perasaan yang tidak menyenangkan yang ditandai oleh kegelisahan, kekhawatiran, ketakutan dan sebagainya. Kecemasan dipandang sebagai suatu respon terhadap kondisi tertentu. Karena merupakan keadaan yang subyektif maka tak dapat diamati secara langsung. Hal ini hanya dapat diketahui dengan menarik suatu kesimpulan melalui penyebab dan akibatnya.
b.  Kecemasan sebagai variabel perantara. Reaksi dan keadaan yang disebabkan oleh beberapa stimulius yang dapat berakibat tertentu dan dirasakan oleh dindividu lebih lanjut, atau suatu keadaan yang mempengaruhi rangkaian stimulus dan respon. kecemasan ini tidak dapat diketahui secara langsung, dari keadaan yang mendahului serta akibat-akibatnya. Jadi yang dapat diamati adalah kondisi stimulus dan tingkah laku cemas yang mendahului dan mengenai akibat-akibat fisiologis dari keadaan cemas. Hal ini didukung dengan teori crow dan crow (1973) bahwa kecemasan yang dialami individu dapat mempengaruhi fisik individu yang bersangkutan. Kecemasan ini tidak selalu berdasarkan atas kenyataan, tetapi dapat juga hanya merupakan imajinasi individu.
Darajat (1977,27) menyebutkan bahwa terdapat macam-macam atau bentuk-bentuk kecemasan, antara lain :
a.    Rasa cemas yang timbul akibat melihat dan mengetahui adanya bahaya yang mengancam dirinya.
b.    Rasa cemas yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk.
c.   Rasa cemas karena merasa berdosa atau bersalah karena melakukan hal-hal yang berlawanan dengan keyakinan hati nurani. (http://wangmuba.com/2009/02/13/macam-macam-kecemasan/)
Dalam pelaksanaan pembelajaran khususnya pembelajaran matematika, beberapa siswa tidak dapat menyerap materi yang dipelajari secara cepat atau bahkan sangat sulit untuk bersama dalam memahami materi yang dipelajari. Hal tersebut berdampak pada terjadinya kecemasan pada diri siswa yang cendrung berdampak negative yang mana kecemasan yang dialami siswa akan semakin menanamkan keraguan pada diri siswa karena merasa tertinggal dan susah dalam memahami selanjutnya.
Adapun gejala-gejala reaksi cemas yang timbul menurut Spielberger (widyastuti, 2005: 55) dapat dibedakan menjadi state anxiety dan trait anxiety. State anxiety yaitu gejala-gejala kecemasan yang timbul apabila individu dihadapkan pada situasi tertentu dan gejala tersebut akan tampak selama kondisi itu ada, sedangkan trait anxiety yaitu kecemasan dipandang sebagai suatu keadaan yang menetap pada individu artinya individu itu cendrung untuk menjadi cemas dalam menghadapi berbagai macam situasi.
Penelitian yang dilakukan oleh Godbey (Gayatri, 2008) dengan judul mathematic anxiety and the underprepared student menyebutkan bahwa terdapat beberapa gejala math anxiety. Gejala-gejala tersebut meliputi rasa mual, badan terasa panas, ketegangan yang berlebihan, ketidakmampuan mendengarkan guru, mudah terganggu oleh suara-suara, ketidakmampuan konsentrasi, negative self talk, sakit perut, pikiran tiba-tiba kosong dan berkeringat.
Selanjutnya Elliot (Kidd, 2003) menyatakan terdapat 3 tipe orang yang merasa cemas terhadap matematika, yaitu :
a.   Orang yang hapal matematika tetapi mereka tidak mengaplikasikan konsep yang diperoleh (the mathematics memorizer)
b.    Orang yang menghindari matematika (the mathematic avoider)
c. Orang yang merasa tidak kompeten dalam bidang studi matematika (the self professed mathematics incompetent)

     Cara Mengurangi  Kecemasan Matematika (How to Reduce Math Anxiety)
Beberapa penelitian telah dilakukan oleh para ahli untuk mengaasi kecemasan khususnya kecemasan matematika. Beberapa ahli menggunakan teknologi pencitraan otak untuk pertama kalinya terhadap orang yang mengalami kecemasan dalam mengerjakan soal matematika, para ilmuwan telah memperoleh pengetahuan baru bagaimana beberapa siswa mampu mengatasi ketakutan mereka dan berhasil dalam matematika.
Para peneliti dari University of Chicago menemukan hubungan yang kuat antara keberhasilan dalam mengerjakan soal matematika dengan aktivitas dalam jaringan area otak di lobus frontal dan parietal yang terlibat dalam mengontrol perhatian dan mengatur reaksi emosional negatif. Respon ini muncul ketika orang kesulitan dalam memecahkan masalah matematika.
Menurut Sian Beilock, profesor psikologi di University of Chicago, para guru serta siswa dapat menggunakan informasi ini untuk meningkatkan kinerja dalam matematika. Beilock dan Ian Lyons, mahasiswa PhD, melaporkan temuan mereka dalam artikel, Matematika Kecemasan: Memisahkan Matematika dari Kecemasan, diterbitkan pada jurnal Cerebral Cortex.
Studi ini menemukan bahwa untuk siswa dengan tingkat kecemasan tinggi pada matematika yang dapat mengerjakan tugas matematika dengan baik, aktivitas otak mereka yang bekerja selama fase antisipasi memulai kaskade aktivitas otak ketika menyelesaikan tugas matematika. Kegiatan otak ini tidak melibatkan daerah yang biasanya terkait dalam perhitungan numerik. Sebaliknya, kegiatan ini lebih terkait dengan motivasi.
Penelitian ini juga menyoroti bagaimana orang-orang yang gugup mengerjakan soal matematika dapat bersikap biasa saja dalam situasi sehari-hari, seperti menyeimbangkan buku cek. Mengambil nafas sebelum mengerjakan sesuatu dapat membantu seseorang menjadi lebih fokus untuk melakukan matematika, dan lebih pada apa yang sebenarnya perlu dilakukan. "Ketika Anda membiarkan otak Anda melakukan tugasnya, biasanya dia akan melakukannya. Jika mengerjakan matematika membuat Anda cemas, maka tugas pertama Anda adalah untuk menenangkan diri," kata Lyons. (Laksmi I.R./KlikHeadline)
Menurut Profesor Freedman ada 10 cara untuk mengatasi kecemasan matematika (Ten Ways To Reduce Math Anxiety)
1.         Overcome negative self-talk.
2.         Ask questions.
3.         Consider math a foreign language — it must be practiced.
4.         Don’t rely on memorization to study mathematics.
5.         READ your math text.
6.         Study math according to YOUR LEARNING STYLE.
7.         Get help the same day you don’t understand.
8.         Be relaxed and comfortable while studying math.
9.         “TALK” mathematics.
10.     Develop responsibility for your own successes and failures. (Freedman, 2012)
Dari uraian pendapat diatas, beberapa hal ini mungkin dapat meminimalkan kecemasan matematika:
1.     Memberikan penjelasan rasional pada siswanya mengapa mereka harus belajar matematika;
2.  Menanamkan rasa percaya diri terhadap siswa bahwa mereka bisa belajar matematika, guru dapat memberikan latihan-latihan soal yang mudah-mudah saja sehingga mereka bisa mengerjakan soal-soal tersebut;
3.   Menghilangkan prasangka negatif terhadap matematika, dengan cara memberikan contoh-contoh yang sederhana sampai dengan yang kompleks tentang kegunaan matematika;
4.  Membelajarkan matematika dengan berbagai metode yang bisa mengakomodir berbagai model belajar siswa;
5.   Tidak mengutamakan hafalan dalam pembelajaran matematika;
6.   Pada saat pembelajaran matematika, jadikan kelas matematika menjadi kelas yang menyenangkan dan nyaman;
7.  Pada saat bertemu dengan siswa dimanapun, jangan segan-segan untuk  menyisipkan pembicaraan yang menyangkut tentang pembelajaran matematika kepada mereka;
8.  Menanamkan rasa tanggung jawab kepada siswa untuk memutuskan kesuksesan mereka;
C.      Penutup
Kecemasan   adalah   suatu kondisi  yang  tidak menyenangkan meliputi   rasa   takut,   rasa   tegang, khawatir, bingung, tidak suka yang sifatnya   subjektif   dan   timbul karena adanya perasaan tidak aman terhadap bahaya yang diduga akan terjadi sedangkan kecemasan matematika merupakan bentuk perasaan seseorang baik berupa perasaan takut, tegang ataupun cemas dalam menghadapi persoalan matematika atau dalam melaksanakan pembelajaran matematika dengan berbagai bentuk gejala yang ditimbulkan.
Kecemasan matematika dapat menimbulkan gejala-gejala yang tidak baik dalam pelaksanaan pembelajaran matematika. Beberapa gejala yang timbul saat seseorang mengalami kecemasan matematika meliputi rasa mual, badan terasa panas, ketegangan yang berlebihan, ketidakmampuan mendengarkan guru, mudah terganggu oleh suara-suara, ketidakmampuan konsentrasi, negative self talk, sakit perut, pikiran tiba-tiba kosong dan berkeringat.
Adapun langkah yang dapat dilakukan dalam mengurangi kecemasan matematika terletak pada kemampuan seorang guru dalam memahami siswa dan terus mencoba dalam membawa pelajaran matematika ke arah yang lebih baik dan mudah diterima serta disenangi oleh siswa. Selain itu peran serta pihak-pihak lain juga sangat membantu dalam mengurangi kecemasan matematika tersebut.



DAFTAR PUSTAKA

Afgani D., Jarnawi, 2011. Materi Pokok Analisis Kurikulum Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka.

Alsa,   A.   (1984).   Usia   mental,   jenis kelamin   dan   prestasi   belajar matematika.  Jurnal   Psikologi  Pendidikan, 12, 1,  22-29

Curtain-Philips, Marylyn, 2012. The Causes and Prevention of Math Anxiety, dalam http://www.mathgoodies.com/articles/math_anxiety.html.

Dacey,   J.S.   (2000).  Your   anxious   child   :  How   parents   and   teachers   can relieve   anxiety   in   children.   San Fransisco: Jossey-Bass Publishers.

Freedman, Ellen, 2012. Do You Have Math Anxiety? A Self Test,  dalamwww.mathpower.com/anxtest.htm.

______.Ten Ways To Reduce Math Anxiety dalam http://www.mathpower.com/reduce.htm.

Hartanti  &  Judith E.D.   (1997).  Hubungan antara   konsep   diri   dan   kecemasan menghadapi   masa   depan   dengan penyesuaian   sosial   anak-anak Madura.  Jurnal Psikologi Pendidikan :  Anima. 12, 46, 2007

Helen dkk,(2010), Anxiety Disorder, Theory, research and Clinical Perspectives, New York: Cambridge Univercity Press



Nawangsari,   N.   A.   F.   (2001).   Pengaruh self-efficacy   dan   expectancy-value terhadap   kecemasan   menghadapi pelajaran   matematika.  Jurnal  Psikologi   Pendidikan:   Insan   media psikologi, 3,2, 2001, 75-88.

Zeidner,   M.  (1998).  Test   anxiety:   The state of   the art.  New York  :  Kluwer

Zeidner, M & Matthews, G.  (2011).  Anxiety 101.  New York  :  Springer Publishing Company

TEORI BELAJAR AUSUBEL, GAGNE, dan BARUDA


Oleh:
Muhammad Syawahaid (11709251032)
Palupi Sri Wijayanti ( 11709251045)

PPs UNY Prodi Pendidikan Matematika Kelas C

Abstrak
Pembelajaran merupakan kegiatan interaktif dan timbal balik antara pendidik dan peserta didik (katakan sebagai siswa). Untuk mencapai kompetensi yang diharapkan maka seorang pendidik (katakana sebagai guru) seharusnya menyiapkan berbagai kebutuhan sebalum mengajar termasuk kebutuhan setelah mengajar. Merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran merupakan kegiatan wajib yang dilakukan guru sehingga perlu untuk mempelajari teori-teori belajar walaupun implikasinya tak semanis teorinya. Dengan demikian guru dapat berkreasi dan berinovasi pada kelasnya dengan teori yang mendasari proses pembelajaran tersebut.
Terdapat banyak teori belajar yang mendasari proses pembelajaran. Beberapa diantaranya yaitu teori Ausubel, teori Gagne dan teori Baruda. Teori belajar Ausubel secara umum memaparkan bahwa pembelajaran harus bermakna yang terbagi dalam dua dimensi yaitu penyampaian informasi dan penemuan. Teori belajar Gagne yang menyatakan bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor dari luar diri dan faktor dalam diri dan keduanya saling berinteraksi, serta teori belajar Baruda dapat dikatakan sebagai social learning (belajar sosial), anak belajar dari meniru hal-hal yang dilakukan oleh orang lain sehingga lingkungan adalah faktor penting yang mempengaruhi perilaku, meskipun proses kognitif juga tidak kalah pentingnya manusia memiliki kemampuan untuk mengendalikan polanya sendiri.

A.      Pendahuluan
Belajar merupakan pembahasan menarik yang menjadi pusat perhatian para ahli psikologi pendidikan untuk mengungkap rahasia dibalik belajar tersebut. Kaitannya dengan hal tersebut, beberapa ahli psikologi dari berbagai aliran mendefinisikan istilah belajar, seperti Kimble (1961) mendefinisikan belajar sebagai perubahan yang relatif permanen di dalam behavioral potentiality (potensi behavioral) yang terjadi sebagai akibat dari praktik yang diperkuat.
Definisi tersebut di atas tidak serta merta diterima secara universal, beberapa ahli psikologi tidak menerima definisi tersebut. Terlepas dari perbedaan pendefinisian istilah belajar, hal menarik yang penting untuk diketahui adalah teori belajar dari beberapa tokoh (ahli) yang menjadi sumber untuk pengembangan belajar maupun pembelajaran di dunia pendidikan.
Beberapa tokoh pendidikan (psikologi pendidikan) yang menuangkan pemikirannya dengan melakukan penelitian untuk mengkaji belajar adalah Ausubel (1963) dengan teorinya “Meaningful Learning” atau belajar bermakna, Gagne dengan teorinya “Condition Learning” atau belajar pengkondisian, dan Baruda dengan teorinya “Belajar meniru” serta banyak lagi tokoh lain yang mengkaji masalah belajar tersebut. 
B.       Pembahasan
1.      Teori Belajar Ausubel
David Ausubel (1963) merupakan seorang psikolog pendidikan, melakukan beberapa penelitian rintisan menarik di waktu yang hampir sama dengan Burner, Ia sangat tertarik dengan cara mengorganisasikan berbagai ide. Ia menjelaskan bahwa dalam diri seorang pelajar sudah ada organisasi dan kejalasan tentang pengetahuan dibidang subjek tertentu. Ia menyebut organisasi ini sebagai struktur kognitif dan percaya bahwa struktur ini menentukan kemampuan pelajar untuk menangani berbagai ide dan hubungan baru. Makna dapat muncul dari materi baru hanya bila materi itu terkait dengan struktur kognitif dari pembelajaran sebelumnya.
David Ausubel terkenal dengan teori belajar yang dibawanya yaitu teori belajar bermakna (meaningful learning). Menurut Ausubel belajar bermakna terjadi jika suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang, selanjutnya bila tidak ada usaha yang dilakukan untuk mengasimilasikan pengertian baru pada konsep-konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif, maka akan terjadi belajar hafalan. Ia juga menyebutkan bahwa proses belajar tersebut terdiri dari dua proses yaitu proses penerimaan dan proses penerimaan dan proses penemuan. (Ratna Wilis Dahar, 2006).

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Seseorang belajar dengan mengasosiasikan fenomena baru ke dalam skema yang telah ia punya. Dalam prosesnya siswa mengkonstruksi apa yang ia pelajari dan ditekankan pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena,  dan fakta-fakta baru kedalam system pengertian yang telah dipunyainya.
Teori belajar bermakna Ausubel ini sangat dekat dengan inti pokok konstruktivisme. Keduanya menekankan pentingnya siswa mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta-fakta baru kedalam sistem pengertian yang telah dipunyai. Keduanya menekankan pentingnya asimilasi pengalaman baru kedalam konsep atau pengertian yang sudah dipunyai sisw. Keduanya mengandalkan bahwa dalam pembelajaran itu aktif.
Terdapat empat prinsif dalam menerapkan teori belajar bermakna Ausubel yaitu :
a.    Pengaturan Awal, dalam hal ini hal yang perlu dilakukan adalah mengarahkan dan membantu mengingat kembali.
b.   Defrensiasi Progresif, dalam hal ini yang perlu dilakukan adalah menyusun konsep dengan mengajarkan konsep-konsep tersebut dari inklusif kemudian kurang ingklusif dan yang paling ingklusif.
c.      Belajar Subordinat, dalam hal ini terjadi bila konsep-konsep tersebut telah dipelajari sebelumnya.
d.      Penyesuaian Integratif, dalam hal ini materi disusun sedemikian rupa hingga menggerakkan hirarki konseptual yaitu ke atas dan ke bawah.
Terdapat 8 langkah pembelajaran yang bisa dilakukan dalam menerapkan teori belajar bermakna Ausubel, yaitu :
1)        Menentukan tujuan pembelajaran
2)        Mengukur kesiapan siswa
3)        Memilih materi pembelajaran dan mengatur dalam penyajian konsep
4)        Mengidentifikasi prinsif-prinsif yang harus dikuasai peserta didik dari materi pembelajaran
5)        Menyajikan suatu pandangan secara menyeluruh tentang apa yang seharusnya dipelajari
6)     Menggunakan “advance organizer” dengan cara memberikan rangkuman dilanjutkan dengan keterkaitan antara materi.
7)        Mengajar siswa dengan pemahaman konsep
8)        Mengevaluasi hasil belajar (Prasetyo Irawan, 1996)
2.      Teori Belajar Gagne
Teori belajar Gagne didasarkan pada pembelajaran yang merupakan faktor sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran. Hal ini memunculkan pemikiran Gagne bahwa pembelajaran harus dikondisikan untuk memunculkan respons yang diharapkan.
Ahli belajar (learning theorist) Gagne telah membagi objek-objek matematika yang diperoleh siswa menjadi objek langsung dan objek tak langsung (Bell, 1978). Objek langsung adalah fakta (fact), konsep (concept), prinsip (principle), dan keterampilan (skill). Sedangkan contoh objek tak langsungnya adalah berpikir logis, kemampuan memecahkan masalah, sikap positif terhadap matematika, ketekunan dan ketelitian. (Fadjar Shodiq dan Nur  Amini Mustajab, 2011: 13). Jadi, objek tak langsung adalah kemampuan yang secara tak langsung akan dipelajari siswa ketika mereka mempelajari objek langsung matematika. 
Menurut Gagne penampilan-penampilan yang dapat diamati sebagai hasil-hasil belajar disebut kapabilitas. Gagne mengemukakan 5 macam kapabilitas, yaitu informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap dan keterampilan motorik. Keterampilan intelektual menurut Gagne dikelompokkan ke dalam delapan tipe, yaitu: belajar isyarat, belajar stimulus respon, belajar rangkaian gerak, belajar rangkaian verbal, belajar memperbedakan, belajar pembentukan aturan, dan belajar pemecahan masalah. Menurut Gagne sasaran pembelajaran adalah kemampuan. Kemampuan yang dimaksudkan di sini adalah hasil perilaku yang bisa dianalisis. Gagne berpendapat bahwa rangkaian belajar dimulai dari prasyarat yang sederhana yang kemudian meningkat pada kemempuan kompleks.
Didasarkan atas model pemrosesan informasi Gagne mengemukakan bahwa satu tindakan belajar meliputi delapan fase belajar yang merupakan kejadian-kejadian eksternal yang dapat distrukturkan oleh siswa atau guru, dan setiap fase ini dipasangkan dengan suatu proses internal yang terjadi dalam pikiran siswa. Didasarkan atas analisis kejadian-kejadian belajar, Gagne menyarankan agar guru memperhatikan delapan kejadian instruksi waktu menyajikan suatu pelajaran pada sekelompok siswa.
Kejadian-kejadian belajar
Berdasarkan analisisnya tentang kejadian-kejadian belajar, Gagne menyarankan kejadian-kejadian instruksi. Menurut Gagne, bukan hanya guru yang dapat memberikan instruksi; kejadian-kejadian belajarnya dapat juga diterapkan baik pada belajar penemuan, atau belajar di luar kelas, maupun belajar dalam kelas. Tetapi kejadian-kejadian instruksi yang dikemukakan Gagne ditunjukkan pada guru yang menyajikan suatu pelajaran pada sekelompok siswa-siswa (Fadjar Shodiq dan Nur  Amini Mustajab, 2011: 3).
3.      Teori Belajar Baruda
Baruda mengemukakan bahwa siswa belajar itu melalui meniru. Pengertian meniru di sini bukan berarti menyontek, tetapi meniru hal-hal yang dilakukan oleh orang lain, terutama guru. Jika tulisan guru baik, guru berbicara sopan santun dengan menggunakan hahasa yang baik dan benar, tingkah laku yang terpuji, menerangkan dengan jelas dan sistematik, maka siswa akan menirunya. Jika contoh-contoh yang dilihatnya kurang baik ia pun menirunya. Dengan demikian guru harus menjadi manusia model yang profesional. Teori social learning (belajar sosial), anak belajar dari meniru hal-hal yang dilakukan oleh orang lain. Dengan demikian, lingkungan adalah faktor penting yang mempengaruhi perilaku, meskipun proses kognitif juga tidak kalah pentingnya manusia memiliki kemampuan untuk mengendalikan polanya sendiri
4.        Penutup
Definisi dikalangan tokoh pendidikan memiliki perbedaan pendapat, akan tetapi beberapa tokoh lebih menfokuskan pada teori belajar sebagai dasar teori untuk pengembangan sebuah pendekatan dalam pembelajaran. David ausubel menekankan pada belajar bermakna yang mana belajar tidak hanya proses hafalan saja, akan tetapi lebih kepada pemaknaan dalam belajar. Gagne lebih menekankan pada pengkondisian belajar yang melahirkan taksonomi dalam belajar sedangkan baruda lebih menfokuskan pada belajar meniru yang mana siswa belajar dengan meniru orang lain terlebih gurunya sendiri.
5.        Daftar Pustaka

Bell, Frederick H. 1981. Teaching and Learning Mathematics (in Secondary School) IOWA: WnC Brown Comp. Publisher.

Fadjar Shodiq dan Nur  Amini Mustajab. 2011. Penerapan Teori Belajar dalam Pembelajaran Matematika di SD. Yogyakarta: PPPPTK Matematika.

Richard I. Arends,2008, learning to teach: belajar untuk mengajar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Dahar, Ratna W, 2006, Teori-teori Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Erlangga


Analisis real

Konjektur Persamaan turunan Tingkat Tinggi, klik disini
Turunan fungsi peubah banyak (turunan dari dimensi p ke dimensi q), klik disini