Kuliah Analisis Real

Mata Kuliah untuk meningkatkan kemampuan analisis khususnya yang berkaitan dengan bilangan Real (nyata).

Kuliah Persamaan Differensial

Mata Kuliah untuk menyelesaikan persoalan yang berkaitan dengan Persamaan Diferensial.

Kuliah Teori Bilangan

Mata Kuliah untuk pengembangan pengetahuan tentang bilangan khususnya yang berkaitan dengan Bilangan Bulat.

Dunia Komputer

Pengetahuan tentang Dunia Komputer disertai Trik dan Service.

Dunia Pendidikan

Pendidikan Dasar, Menengah dan Perguruan Tinggi serta Teori-teori Kependidikan.

Senin, 21 November 2011

Ciri-ciri Motivasi

Sardiman (2009:83) menjelaskan ciri-ciri motivasi pada diri seseorang :
  1. 1.      Tekun menghadapi tugas
  2. 2.  Ulet dalam menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa) tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin
  3. 3.      Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah
  4. 4.      Lebih senang bekerja mandiri
  5. 5.      Cepat bosan pada tugas-tugas rutin
  6. 6.      Dapat mempertahankan pendapat
  7. 7.      Tidak mudah melepaskan hasil yang diyakini
  8. 8.      Senang mencari dan memecahkan masalah soal

Ia juga menambahkan bahwa cara yang bisa dilakukan guru untuk menumbuhkan motivasi disekolah adalah :
  1. 1.      Memberi angka
  2. 2.      Hadiah
  3. 3.      Persaingan/kompetisi
  4. 4.      Ego/involtment
  5. 5.      Memberi ulangan
  6. 6.      Mengetahui hasil
  7. 7.      Pujian
  8. 8.      Hukuman
  9. 9.      Hasrat untuk belajar
  10. 10.  Minat
  11. 11.  Tujuan yang diakui

Sardiman (2009:95)
Sumber :
Sardiman, 2009, Interaksi dan Motivasi belajar mengajar, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Jumat, 18 November 2011

Analisis Perbedaan KBK dan KTSP

KBK merupakan kurikulum pendidikan di indonesia yang lahir untuk mengganti kurikulum 1994. KBK ini lahir atas dasar pengembangan kompetensi sesuai dengan potensi daerah dimana yang tadinya seluruh aspek dalam kurikulum di setiap lembaga pendidikan diatur oleh pusat maka dengan adanya KBK memberikan kesempatan kepada daerah untuk mengembangkan potensinya sendiri. Perubahan ini sering disebut kebijakan yang bersifat sentralistik menuju disentralistik. Seiring berjalannya waktu belum sampai 5 tahun implementasi dari KBK, pada tahun 2006 menteri pendidikan nasional indonesia mengumumkan lahirnya kurikulum baru yang bernama KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan). Kurikulum ini lahir atas dasar UU no 20 tahun 2003, sisdiknas PP no 19 tahun 2005, pemdiknas no 22 tahun 2006 tentang standar isi dan pemdiknas no 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan. KTSP lahir bukan menggantikan KBK secara utuh akan tetapi merevisi beberapa unsur KBK yang kurang lengkap menurut para ahli pendidikan.
Berikut beberapa perbedaan yang ada pada KBK dan KTSP :
1.     KBK lahir untuk mengganti kurikulum 1994 yang bersifat sentralistik, sehingga seharusnya KBK bersifat desentralistik. Akan tetapi pada praktiknya ternyata KBK masih bersifat sentralistik. Hal ini dibuktikan dengan kurikulum yang dibuat oleh pusat kemudian sekolah hanya melaksanakannya. Berbeda dengan KTSP yang bersifat desentralistik dimana pusat hanya memberikan kerangkanya saja kemudian sekolah yang mengembangkan lebih lanjut. yang menyusun kerangka kurikulum itupun dilaksanakan oleh tim BNSP (badan nasional standar pendidikan).
2.    Pada KBK terdapat banyak perubahan nama mata pelajaran dan tidak ada mata pelajaran pengembangan diri sedangkan pada KTSP beberapa mata pelajaran juga mengalami perubahan nama dan terdapat mata pelajaran mulok dan pengembangan diri yang perencanaan dan pelaksanaannya diatur oleh sekolah.
3.    Pada KBK semua sekolah dituntut untuk melaksanakannya dan hanya beberapa sekolah yang mampu yang menyusunnya. Sedangkan pada KTSP semua sekolah wajib membuat KTSP dan melaksanakannya.
4.    Pada KBK standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator sudah tersedia, guru tinggal melaksanakannya sedangkan pada KTSP pusat hanya menyediakan standar kompetensi dan kompetensi dasar, indikator dikembangkan oleh guru dimasing-masing sekolah.
Sumber :

Analisis SNP untuk menemukan Metode/pendekatan dalam pembelajaran

A.    Standar Nasional Pendidikan (SNP) dan Pembelajaran
Standar Nasional Pendidikan (SNP) adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (permen no 19 tahun 2005 tentang SNP). SNP merupakan landasan dalam pelaksanaan pendidikan di indonesia baik yang formal maupun imformal. Dalam pelaksanaannya SNP terdiri dari bebepara lingkup yang kesemuanya sudah terangkum dalam permen nomor 19 tahun 2005 tersebut. Lingkup SNP tersebut adalah :
1.              Standar isi;
2.              Standar proses;
3.              Standar kompetensi lulusan;
4.              Standar pendidik dan tenaga kependidikan;
5.              Standar sarana dan prasarana;
6.              Standar pengelolaan;
7.              Standar pembiayaan;dan
8.              Standar penilaian pendidikan.
Dalam kaitannya dengan proses pembelajaran, SNP tersebut sudah memberikan kriteria pembelajaran yang diinginkan dan diharapkan yaitu dalam standar proses. Dalam standar proses yang tertuang dalam permen no 19 tahun 2005 disebutkan bahwa “Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik”. Kriteria yang dituntut SNP tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :

1.      Pembelajaran interaktif
2.      Pembelajaran inspiratif
3.      Pembelajaran menyenangkan
4.      Pembelajaran menantang
5.      Pembelajaran partisipatif dan aktif
6.      Pembelajaran kreatif
7.      Pembelajaran kemandirian
Dari kriteria-kriteria tersebut, maka dibutuhkan metode/pendekatan yang tepat dan sesuai dengan kriteria di atas dan harus benar-benar mampu mencapai ketujuh kriteria yang dituntut SNP tersebut.
B.     Pengertian Pendekatan, Model dan Metode Pembelajaran
1.      Pengertian Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran merupakan rencana yang sistematis untuk menyampaikan informasi (Garlach dan Elly, 80:14). Metode dapat juga diartikan sebagai cara yang telah terpola tetap untuk memperoleh pengetahuan. Karenanya suatu metode bersifat prosedural, teknis dan implementatif. Beberapa metode yang sering digunakan dalam pembelajaran adalah : ceramah, tanya jawab, diskusi, demonstrasi, eksperimen, laboratorium, penemuan, (discovery atau inquiri), investigasi, eksplorasi, pemecahan masalah, permainan, matematika di luar kelas, pemberian tugas (drill atau latihan), bermain peran, dan pembelajaran kooperatif.
2.      Pengertian Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).

3.      Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosodural yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar bagi para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar. Diantara model-model pembelajaran yang sering diterapkan adalah : model pembelajaran langsung, model pembelajaran pemecahan masalah, model pembelajaran penemuan, model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran kontekstual atau realistik dan lain sebagainya.
C.    Metode Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Solving) sebagai salah satu metode pembelajaran yang dituntut SNP
Salah satu tuntutan SNP dalam pembelajaran adalah pembelajaran yang  menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif. Siswa dituntut untuk dapat menggunakan kemampuan berfikir dan bernalar sehingga pembelajaran tersebut menantang bagi siswa dan siswa secara tidak langsung akan ikut berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menncapai hal tersebut adalah dengan metode pembelajaran berbasis masalah.
Pemecahan masalah adalah suatu usaha yang kompleks yang melibatkan konten matematika, strategi, proses berfikir dan penalaran, disposisi, keyakinan dan lain sebagainya (Bharath Sriraman & Lyn English, Theories of Mathematics Education,2010). Menurut polya (1957) solusi soal pemecahan masalah memuat empat langkah fase penyelesaian yaitu memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah sesuai rencana dan melakukan pengecekan kembali terhdap semua langkah yang telah diberikan. Berikut langkah-langkah metode pembelajaran berbasis masalah yang dikutip dari modul matematika SMP pengembangan dan pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan (PPPPTK) :
a.       Memahami masalah
Pada langkah ini para pemecah masalah (siswa atau guru) harus dapat menentukan dengan jeli apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dengan mencatat hal-hal yang penting dan membuat tabel atau sketsa masalah yang dapat mempermudah mendapatkan gambaran umum penyelesaiannya.
b.      Merancang model matematika
Pada langkah ini para pemecah  masalah (siswa atau guru) harus dapat mengaitkan masalah yang ada menjadi masalah dalam pembelajaran. Misalnya dalam pembelajaran matematika, masalah yang ditemukan dibuat kedalam model matematika berbentuk persamaan atau pertidaksamaan atau lainnya. Hal ini sering dinamakan dengan istilan pemodelan (modelling)
c.       Menyelesaikan model
Dalam tahap ini siswa menyelesaikan masalah yang sudah dibuat menjadi model tadi sesuai dengan langkah-langkah yang ada pada penyelesaian model sesuai pemebelajaran. Misalnya masalah yang dimodelkan dengan persamaan linier satu variabel diselesaikan dengan metode penyelesaian persamaan linier satu variabel.
d.      Menafsirkan solusi
Setelah ditemukan penyelesaian terhadap model yang tadi maka langkah terakhir adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan penafsiran solusi dari langkah-langkah penyelesaian masalah tersebut sesuai dengan apa yang sudah mereka kerjakan.
D.    Metode Pembelajaran Berbasis Masalah Kaitannya Dengan Teori Belajar Behaviorisme Dan Konstruktivisme
Terdapat perbedaan pendapat terkait dengan hakikat dari belajar. Ada yang mengatakan bahwa belajar adalah proses transfer ilmu dari seorang yang lebih ahli (guru) kepada orang yang kurang ahli (siswa). Sehingga secara tidak langsung siswa dianggap sebagai seseorang yang kosong akan pengetahuan sehingga guru hanya mentransfer pengetahuan yang ada pada guru. Pendapat ini dibantah dengan mengataan bahwa belajar adalah proses membangun (konstruk) pengetahuan yang dimiliki siswa.
Dalam perkembangannya muncul beberapa teori belajar yang memiliki pendapat yang berbeda tentang belajar tersebut diantaranya adalah behaviorisme dan konstruktivisme.
Thornike, salah seorang penganut paham behavioristik, menyatakan bahwa belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang sisebut stimulus (S) dengan respon ® yang diberikan atas stimulus tersebut. Menurut aliran behavioristik, belajar pada hakikatnya adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap panca indra dengan kecemderungan untuk bertindak atau hubungan antara stimulus dan respons (R-S). belajar adalah upaya untuk membentuk hubungan stimulus dan respons sebanyak-banyaknya.
Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik memandang subyek aktif menciptakan struktur-struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini, subyek menyusun pengertian realitasnya. Konstruktivisme adalah integrasi prinsip yang diekplorasi melalui teori chaos, network, dan teori kekompleksitas dan organisasi diri. Belajar adalah proses yang terjadi dalam lingkungan samar-samar dari peningkatan elemenelemen inti- tidak seluruhnya dikontrol oleh individu.
Metode pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Dalam pembelajaran siswa ditutut untuk berpaartisipasi aktif dalam menemukan masalah, membuat model, menyelesaikan dan menafsirkan masalah tersebut. Dalam metode pembelajaran berbasis masalah terdapat pemberian stimulus berupa masalah dan adanya respon dari siswa berupa pembuatan model dan penyelesaian dari masalah tersebut. Hal ini berkaitan dengan teori belajar behaviorisme yang menekankan pada pemberian stimulus dan respon. Dalam penerapan metode pembelajaran berbasis masalah tersebut diharapkan terjadi perubahan tingkah laku dari siswa dimana yang tadinya siswa kurang aktif, setelah dilakukan proses pembelajaran berbasis masalah maka siswa akan menjadi aktif dan bisa memahami bagaimana menyelesaikan sebuah masalah.
Kaitannya dengan teori belajar konstruktivisme, metode pembelajaran berbasis masalah menekankan pada pembentukan pengetahuan siswa yang tadinya siswa memiliki pemahaman yang masih kacau maka dengan penerapan metode pembelajaran berbasis masalah tersebut, pembentukan struktur kognitif siswa dan interaksi dengan lingkungan akan tercipta. Dalam proses pembelajaran tersebut pengetahuan tidak hanya didapat dari guru saja akan tetapi dari pengetahuan yang dimilki siswa itu sendiri dan lingkungan.
Sumber :
Peraturan Mentri No 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan

Shadiq, Fadjar, 2009, Modul Matematika SMP program bermutu : Model-model pembelajaran Matematika SMP, Yogyakarta :PPPPTK-Direktorat Jendral Peningkatan Mutu Pendidikan Dan Tenaga Kependidikan , 2009

Erman suherman dkk, 2001, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung : JICA-Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).

Sriraman, Bharath dan English, Lyn, 2010, Theories of Mathematics Education, London : Springer Heidelberg Dordrecht

ANALISIS PROBLEM SOLVING DAN CTL (CONTEXTUAL TEACHING LEARNIG)

A.    Pendahuluan
Menurut Mutadi (Griffith dan Clyne, 1994, h. 17) pengajaran matematika selama ini cenderung dikembangkan melalui pola pengajaran teori – contoh – latihan. Sehingga pembelajaran terkesan hanya menyajikan suatu pandangan yang sempit tentang matematika, padahal proses pembelajaran harus memungkinkan murid untuk mengkonstruksi pemahaman mereka sendiri tentang matematika secara mendalam yang didasarkan pada apa yang telah mereka ketahui.
Oleh karena itu supaya siswa mampu mengkonstruksi pemahaman sendiri diperlukan suatu metode atau pendekatan yang mampu menjembatani siswa untuk berfikir aktif dan kreatif dalam pembelajaran. Beberapa  metode atau pendekatan yang bisa dipakai adalah Problem Solving (Pemecahan Masalah) dan CTL (Contextual Teaching and Learning)

B.     Problem Solving dan CTL
1.      Problem Solving
a)          Pengertian Problem Solving
Menurut Wono Setia Budi dalam Eri mengatakan bahwa pemecahan masalah (problem solving) merupakan latihan bagi siswa untuk berhadapan dengan sesuatu  yang tidak rutin dan kemudian mencoba menyelesaikannya. Diperkuat oleh Nasution bahwa pemecahan masalah adalah metode belajar yang mengharuskan pelajar menemukan jawabannya sendiri tanpa bantuan khusus.
b)        Langkah-langkah
Menurut Polya (1957) terdapat empat langkah dalam pemecahan masalah:
·         Memahami masalah yang ada.
·         Menyusun suatu strategi.
·         Melakukan strategi yang telah dipilih.
·         Melihat kembali penyelesain yang telah dilakukan. Selanjutnya, kalau perlu menyusun suatu strategi baru yang lebih baik atau menuliskan pemecahan dengan lebih baik.
Menurut John Dewey yang dikutip oleh Firdaus menjelaskan 6 langkah metode pemecahan masalah (problem solving), yaitu:
·         merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan.
·         Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang.
·         merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
·         mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.
·         pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.
·         merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.
c)          Implementasi dalam contoh
      Pak  Rudi  memelihara  beberapa  ekor  ayam.  Setelah  satu  tahun,  jumlah ayamnya  bertambah 250 ekor. Untuk memudahkan pengawasan,  ia akan menjual sebanyak 28% dari ayamnya. Ternyata sisa ayamnya sekarang masih 68 ekor lebih banyak dari jumlah ayamnya semula. Berapa ekor ayam yang dimiliki Pak Rudi pada awalnya?
      Jawab
·         Memahami masalah
Pada  langkah  ini,  para  pemecah  masalah  (siswa  atau  guru)  harus  dapat menentukan dengan jeli apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan.
Dalam hal ini yang diketahui adalah pertambahan ayam selama 1 tahun = 250 ekor. Dijual 28% jumlah ayam selama 1 tahun, setelah dijual sisanya = 68 ekor lebih banyak dari semula. Yang ditanyakan adalah jumlah ayam mula-mula.
·         Menyusun Strategi
Pada  langkah  ini,  para  pemecah  masalah  (siswa  atau  guru)  harus  dapat mengaitkan  masalah yang ada menjadi masalah matematika.
Misal jumlah ayam mula-mula = X
Jumlah ayam selama 1 tahun = 250 + X
Sisa ayam 68 + X
Penjualan = 28/100 (250 + X)
Melakukan strategi yang telah dipilih.
Ayam 1 tahun – penjualan = sisa ayam
(250 + X ) -  28/100 (250 + X) = 68 + X                      (semua di kali 100)
(25000 + 100X ) - 28 (250 + X ) = 6800 +100 X
25000 + 100X – 7000 – 28 X = 6800 +100 X
18000 + 72 X = 6800 + 100 X
18000- 6800 = 100 X – 72 X
11200 = 28 X
400 = X
Jadi ayam mula-mula ada 400 ekor.
·         Melihat kembali penyelesain yang telah dilakukan. Selanjutnya, kalau perlu menyusun suatu strategi baru yang lebih baik atau menuliskan pemecahan dengan lebih baik.
d)         Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan pembelajaran problem solving antara lain sebagai berikut.
·   Mendidik siswa untuk berpikir secara sistematis.
·   Mampu mencari berbagai jalan keluar dari suatu kesulitan yang dihadapi.
·   Belajar menganalisis suatu masalah dari berbagai aspek.
·   Mendidik siswa percaya diri sendiri.
Kelemahan pembelajaran problem solving antara lain sebagai berikut.
·   Memerlukan waktu yang cukup banyak.
·   Kalau di dalam kelompok itu kemampuan anggotanya heterogen, maka siswa yang pandai akan mendominasi dalam diskusi sedang siswa yang kurang pandai menjadi pasif sebagai pendengar saja.
2.      CTL (Contextual Teaching and Learning)
a)          Pengertian CTL
CTL ( CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING ) adalah suatu proses pendidikan yang bertujuan untuk membantu siswa memahami makna yang ada pada bahan ajar yang mereka pelajari dengan menghubungkan pelajaran dalam kontek kehidupan sehari-harinya dengan kontek kehidupan pribadi, sosial dan cultural.
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan pengalaman dan kenyataan yang dialami siswa di dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan akan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah, bukan transfer pengetahuan dari guru kepada siswa. Kehidupan bermasyarakat menjadi ladang untuk menggali pengetahuan dan apa yang dipelajari, dengan penekanan pada penyelesaian masalah yang bersifat sosial (Joyce, Bruce R & Weil Marsha, 1996).
Pembelajaran seperti ini adalah suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks lainnya.

b)       Tujuh Komponen CTL
Konstruktivisme
         Membangun pemahaman mereka sendiri dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal
         Pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan
Inquiry (Menemukan)
•     Proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman
•     Siswa belajar menggunakan keterampilan berpikir kritis
Questioning (Bertanya)
         Kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa
         Bagi siswa yang merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiry
Learning Community (Masyarakat Belajar)
         Sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar
          Bekerjasama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri
         Tukar pengalaman
         Berbagi ide
Modeling (Pemodelan)
         Proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar
         Mengerjakan apa yang guru inginkan agar siswa mengerjakannya
Reflection (Refleksi)
•    Cara berpikir tentang apa yang telah kita pelajari
•    Mencatat apa yang telah dipelajari
•    Membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok
Authentic Assessment (Penilaian Yang Sebenarnya)
         Mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa
          Penilaian produk (kinerja)
         Tugas-tugas yang relevan dan kontekstual

c)          Teori yang Melandasi CTL
·        Knowledge-Based Constructivism, menekankan kepada pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar.
·        Effort-Based Learning/Incremental Theory of Intellegence, Bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar akan memotivasi seseorang untuk terlibat dalam kegiatan yang berkaitan dengan komitmen untuk belajar.
·        Socialization; yang menekankan bahwa belajar merupakan proses sosial yang menentukan tujuan belajar, oleh karenanya, faktor sosial dan budaya perlu diperhatikan selama perencanaan pengajaran.
·        Situated Learning; pengetahuan dan pembelajaran harus dikondisikan dalam fisik tertentu dan konteks sosial (masyarakat, rumah, dsb) dalam mencapai tujuan belajar.
·        Distributed Learning; manusia merupakan bagian terintegrasi dari proses pembelajaran, oleh karenanya harus berbagi pengetahuan dan tugas-tugas
d)         Karakteristik Pembelajaran Berbasis CTL
         Kerjasama
         Saling menunjang
         Menyenangkan
         Tidak membosankan
         Belajar dengan bergairah
         Pembelajaran terintegrasi
         Menggunakan berbagai sumber
         Siswa aktif
         Sharing dengan teman
         Siswa kritis, guru kreatif
         Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, peta-peta, gambar, artikel, humor dll
         Laporan kepada orang tua bukan hanya raport, tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa dll.

Menurut  Hadi  (2000),  langkah  pengajaran   matematika  dengan  pendekatan kontekstual dan realistik adalah:
1.      Pendahuluan
a.       Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang 'real' bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam pelajaran secara bermakna.
b.      Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut.
2.      Pengembangan
a.       Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal terhadap persoalan atau masalah yang diajukan.
b.      Pengajaran   berlangsun secara   interaktif Siswa   menjelaska dan memberikan  alasan  terhadap  jawaban  yang  diberikannya,  memahami jawaban  temannya  (siswa  lain),  setuju  terhadap  jawaban  temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain.
3.      Penutup/Penerapan
a.       Melakukan refleksi  terhadap  setiap  langkah  yang ditempuh  atau  terhadap hasil pelajaran.
b.      Berikut ini alternatif pembelajaran untuk topik menentukan suku ke-n barisan aritmetika.
e)     Contoh Permasalahan
Pendahuluan
Memulai  pelajaran  dengan  mengajukan  masalah  (soal)  berikut  sebagai alternatif
a.       Pada 1 Januari 2009, Anto siswa SMP Fajar, menabung sebesar Rp1.000.000,00. Setelah itu, setiap tanggal 1 bulan berikutnya ia menabung sebesar Rp100.000,00.
1)      Tentukan besar tabungan Anto pada tanggal 2 pada setiap bulan berikutnya.
2)      Tentukan besar tabungan Anto setelah ia menabung 21 kali.
3)      Tentukan besar tabungan Anto setelah ia menabung 101 kali.
4)      Tentukan besar tabungan Anto setelah ia menabung n kali.
b.      Pada 1 Januari 2009, Anto siswa SMP Fajar, menabung sebesar a rupiah. Setelah itu, setiap tanggal 1 bulan berikutnya ia menabung sebesar b rupiah.
1)  Tentukan besar tabungan Anto pada tanggal 2 pada setiap bulan berikutnya.
2)  Tentukan besar tabungan Anto setelah ia menabung 21 kali.
3)  Tentukan besar tabungan Anto setelah ia menabung 101 kali.
4)  Tentukan besar tabungan Anto setelah ia menabung n kali.
Soal/masalah di atas diharapkan merupakan soal yang 'real' bagi siswa dalam arti sesuai  dengan pengalaman dan tingkat pengetahuan mereka, sehingga siswa  segera  terlibat  dalam  pelajaran  secara  bermakna.  Di  samping  itu, permasalahan  yang diberikan  tentu  sudah  diarahkan  sesuai  dengan  tujuan yang ingin dicapai.
Pengembangan
a.       Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik secara informal  terhadap  persoalan  atau  masalah  yang  diajukan.  Salah  satu alternatif yang diharapkan.
             
b.    Pengajaran berlangsung secara interaktif. Siswa menjelaskan dan memberikan  alasan  terhadap  jawaban  yang  diberikannya,  memahami jawaban  temannya  (siswa  lain),  setuju  terhadap  jawaban  temannya, menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang lain.
Penutup/Penerapan
Melakukan refleksi  terhadap  setiap  langkah  yang ditempuh  atau  terhadap hasil pelajaran.



f. Implementasi CTL
Sesuai dengan faktor kebutuhan individual siswa, maka untuk dapat mengimplementasikan pembelajaran dan pengajaran kontekstual guru seharusnya:
a.       Merencanakan pembelajaran sesuai dengan perkem-bangan mental (developmentally appropriate) siswa.
b.      Membentuk group belajar yang saling tergantung (interdependent learning groups).
c.       Mempertimbangan keragaman siswa (disversity of students).
d.      Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri (self-regulated learning) dengan 3 karakteristik umumnya (kesadaran berpikir, penggunaan strategi dan motivasi berkelanjutan).
e.       Memperhatikan multi-intelegensi (multiple intelli-gences) siswa. 
f.       Menggunakan teknik bertanya  (quesioning) yang meningkatkan pembelajaran siswa, perkembangan pemecahan masalah dan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
g.      Mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna jika ia diberi kesempatan untuk bekerja, menemukan, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru (contructivism).
h.      Memfasilitasi kegiatan penemuan (inquiry) agar siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan melalui penemuannya sendiri (bukan hasil mengingat sejumlah fakta).
i.        Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui pengajuan pertanyaan (quesioning).
j.        Menciptakan masyarakat belajar (learning community) dengan membangun kerjasama antar siswa.
k.      Memodelkan (modelling) sesuatu agar siswa dapat menirunya untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru.
l.        Mengarahkan siswa untuk merefleksikan tentang apa yang sudah dipelajari.
m.    Menerapkan penilaian autentik (authentic assessment).


Referensi
Joyce, Bruce. R & Weil, Marsha. 1996. Model of Teaching 5th ed. USA: Allyn&Bacon. BSNP. Sosialisasi KTSP
Abdul Rahman Saleh. CTL/tujuh-komponen-ctl.html. Diakses pada tanggal 15 Agustus 2011
http://muhfida.com/2011/05/Tahapan-tahapan problem Solving-model pembelajaran-bse download.htm diakses tanggal 15 Oktober 2011
Polya, George. 1957. How to solve it. Garden City, NY: Doubleday.